Bloggers' Challenges, Thoughts & Quotes

#BC 72: Tentang Berbohong

Tulisan ini abang buat untuk menyelesaikan topik ke-72 dari kak Icha, “ceritakan pengalamanmu tentang berbohong”.


Kamu pernah berbohong?

Kalau ditanyai itu dan kamu jawab dengan ‘nggak’, maka kamu lagi-lagi sudah berbohong. Menurut survey yang ada di imajinasi abang, nggak ada satu manusia pun yang luput dari yang namanya berbohong. Dengan kata lain, semua orang yang sudah mampu mengendalikan pikiran dan emosinya dan dia berusia di atas 8 tahun pasti pernah berbohong. Nggak percaya? Tes!

Berbohong memang ada klasifikasinya; berdasarkan tingkatannya dan tujuannya. Berdasarkan tingkatannya, berbohong itu ada yang berbohong kecil dan berbohong besar. Berbohong kecil misalnya pas kamu punya janji ketemuan sama teman dan kamu telat. Si kawan menghubungi kamu yang sedang mengikat tali sepatu dan nanya kamu udah di mana, tapi kemudian kamu jawab ‘ini udah di jalan’.

Bohong besar itu semua bentuk kebohongan yang kamu lakukan dan bisa berdampak pada kehidupanmu sendiri di kemudian hari, bahkan kehidupan orang lain juga bisa jadi.

Berdasarkan tujuannya, ada dua, berbohong demi kebaikan, dan berbohong demi kehancuran orang lain (a.k.a fitnah). Berbohong demi kebaikan kamu sudah pasti tahu apa maksudnya. Dan memfitnah juga pasti sudah sering kamu jumpai.

Tapi!

Mau masuk ke mana pun kebohongan yang kamu lakukan, dan apapun tujuan kebohongan itu, tetap saja kamu sudah ber-bo-hong! And that’s it. Jadi jangan bangga bilang “aku kan berbohong demi kebaikan” yang setiap manusia tahu kalau tetap saja itu namanya berbohong.


Baik. Berhubung karena Kak Icha menuntut kejujuran, abang kasih kejujuran tentang pengalaman berbohong ini.

Pada zaman dahulu, abang punya kebiasaan ngutil. Istilah sekarang klepto. Bahasa sehari-harinya mencuri atau menyelundupkan barang milik orang lain. Lumayan parah sampai tinta pulpen pun abang selundupkan dulu. 😀

Jadi dulu ada teman, tetangga, abang sering main-main ke rumahnya setelah pulang dari sekolah. Jadi waktu itu entah apa yang terjadi, dia menunjukkan pulpen-pulpen miliknya ke abang. Singkat cerita, dia pergilah sebentar ke dapur dan abang beraksi. Abang ingat dan sadar betul, di rumah abang punya pulpen dan banyak. Tapi itu dia, niat menyelundupkan itu muncul begitu saja.

Abang putar bagian penutupnya dan abang ambil tempat tintanya. Case pulpennya abang kembalikan. Jadi yang tersisa hanya case-nya, tintanya abang selundupkan.

Malam menjelang. Datanglah orang tua si teman abang tadi dan menceritakan kronologi versi mereka. Entah apa yang dibahas, si ibu itu pergi dan abang dipanggil Mamak abang. Nggak lama terjadilah prosesi libas-libas. Abang lupa pake apa, tapi libasan-libasan itu dibumbui bonus cubitan.

Dengan berderai air mata, abang mengaku. Mamak menyuruh abang untuk mengembalikan tinta pulpen itu. Dan setelah kejadian itu abang nggak pernah lagi menyelundupkan apapun punya orang lain. Bahkan waktu abang nemu segulungan uang terselip di pohon sawit, abang letakkan kembali karena abang berpikir orang yang punya pasti butuh, meski setelahnya abang nyesal, karena berpikir belum tentu yang mengambilnya si yang empunya. 😀


Nah, kembali ke pembahasan awal. Kira-kira yang abang ceritakan sebuah kejujuran atau kebohongan, ya? Kalau itu sebuah kebohongan berarti inilah pertama kalinya abang bohong. 😀

Challenge 72, done!

Standar

8 respons untuk ‘#BC 72: Tentang Berbohong

Komentar? Silakan...